KETENTUAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM
Keluarga Bahagia |
Pengertian Munakahat
Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan. Kata
dasar dari pernikahan adalah nikah. Kata nikah mempunyai persamaan dengan kata
kawin. Menurut bahasa indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu.
Dalam istilah syariat, nikah itu berarti
melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikat diri antara seorang
laki-laki dan seseorang perempuan serta menghalalkan hubungan kelamin antara
keduanya dengan dasar suka rela dan persetujuan bersama, demi terwujudnya
keluarga ( rumah tangga) bahagia, yang diridhoi Allah SWT. Silahkan simak dengan baik video berikut: https://www.youtube.com/watch?v=O2VKUq7H5nk
Nikah termasuk perbuatan yang telah dicontohkan oleh nabi muhammad
SAW atau sunah rosul. Dalam hal ini disebutkan dalam hadist rasulullah SAW yang
artinya, “Dari Anas bin malik r.a.,bahwasanya nabi muhammad
memuji allah SWT dan menyanjung-Nya, beliau bersabda, ‘ akan tetapi aku salat,
tidur, berpuasa, makan, dan menikahi wanita, barang siapa yang tidak suka
dengan perbuatanku, maka dia bukanlah dari golonganku.” (H.R. Bukhari dan Muslim )
1.
Hukum Nikah
Menurut sebagian besar ulama,hukum nikah pada dasarnya adalah
mubah,artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Jika dikerjakan tidak
mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Meskipun dmikian, ditinjau
dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat
berubah menjadi sunah, wajib, makruh, atau haram, penjelasannya adalah sebagai
berikut:
2.
Sunah
Bagi orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan mampu
pula mengendalik.an diri dari perzinaan-walaupun tidak
segera menikah-maka hukum nikah sunah. Rasulullah bersabda, “wahai para
pemuda, jika diantara kamu memiliki kemampuan untuk menikah, hendaklah ia
menikah, karena pernikahan itu menjaga pandangan mata dan lebih
memelihara kelamin (kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah ,
hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu jadi penjaga hatinya. “(H.R. Bukhari dan
Muslim).
3.
Wajib
Bagi orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan ia khawatir berbuat
zina jika tidak segera menikah, maka hukum nikah adalah wajib.
4.
Makruh
Bagi orang yang mau menikah, tapi belum mampu memberi nafkah terhadap
istri dan anak-anaknya, maka hukum nikah makruh.
5.
Haram
Bagi orang yang bermaksud menyakiti wanita yang akan ia nikahi kama
hukumnya itu adalah haram. Silahkan simak video berikut : https://www.youtube.com/watch?v=TyG4iVcTLCo, simak juga video berikut :https://www.youtube.com/watch?v=jA8XHVr67bs
Tujuan pernikahan
Secara
umum, tujuan pernikahan menurut islam adalah untuk memenuhi hajat manusia
(pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga
yang bahagia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama islam. Apabila tujuan
pernikahan yang bersifat umum itu diiuraikan secara terperinci, tujuan
pernikahan yang islami dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
Untuk memperoleh rasa cinta dan
kasih sayang. Allah SWT berfirman
Artinya: dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir
2.
Untuk memperoleh keturunan yang
sah dalam masyarakat. Allah swt ( al kahfi46)
Artinya: harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi
amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu
serta lebih baik untuk menjadi harapan.
3.
Untuk mewujudkan keluarga bahagia
didunia dan diakhirat.
4.
Untuk memenihi kebutuhan seksual
(berahi) secara sah dan diridhai Allah
Rukun nikah
Rukun nikah
berarti ketentuan-ketentuan dalam pernikahan yang harus dipenuhi agar
pernikahan itu sah. Rukun nikah tersebut ada lima macam akni sebagai berikut:
1) Ada calon suami
,dengan syarat: laki-laki yang sudah berusia dewasa(19 tahun), beragaama islam,
tiak terpaksa, atau dipaksa, tidak sedang dalam ihram dalam haji, dan bukan
calon istrinya.
2) Ada calon
isrti, dengan syarat: wanita yang sudah cukup umur(16 tahun); bukan perempuan
musyrik, tdak dalam ikatan perkawinan dengan orang lain, bukan mahrom bagi
calon suami dan tidak dalam keadaan ihram haji atau umroh.
3) Ada wali nikah,
yaitu orang yang menikahkan mempelai laki –laki dengan mempelai wanita atau
mengizinkan pernikahannya.
Wali nikah dapat dibagi menjadi dua macam:
1.
Wali nasab yaitu wali yang
mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan dinikahkan.
2.
Wali hakim yaitu kepala negara
yang beragama islam. Di indonesia, wewenang presiden dilimpahkan kepada
pembantunya yaitu menti agama. Kemudian menteri agama mengangkat pembantunya
untuk bertindak sebagai wali hakim yaitu kepala kantor kepala urusan agama
islam yang ada di setiap kecamatan. Wali hakim bertindak sebagai wali nikah,
jika nasab tidak ada atau tidak bisa memenuhi tugasnya.
Syarat- syarat yang harus dipenuhi oleh seorang wali nikah adalah
sebagai berikut:
§ Beragama islam orang yang tidak beragama islam tidak sah menjadi
wali nikah.
§ Laki-laki.
§ Balig dan berakal.
§ Merdeka dan bukan hamba sahaya.
§ Bersifat adil.
§ Tidak sedang ihram haji atau umroh.
4) Ada
dua saksi. Dua orang saksi ini syaratnya harus beragama islam, laki-laki balig(
dewasa) dan berakal sehat, dapat mendengar , dapat melihat, dapat berbicara,
adil, dan tidak sedang )dalam ihram haji atau umroh.
5) Ada
akad nikah yakni ucapan ijab kabul. Ijab adalah
ucapan wali ( dari pihak mempelai wanita), sebagai penyerahan kepada mempelai
laki-laki. Qabul adalah ucapan mempelai laki-laki sebagai
tanda penerimaan. Suami wajib memberi mas kawin ( mahar) kepada istrinya,
karena merupakan syarat nikah, tetapi mengucapkanya dalam akad nikah hukumnya
sunah. Suruhan untuk memberikan mas kawin terdapat dalam al-qur’an(an-nisak 4).
Menghadiri walimah bagi
yang diundang hukumnya wajib, kecuali kalau ada udzur ( halangan) seperti
sakit. Rasulullah SAW bersabda: yang artinya “ orang
yang sengaja tidak megabulkan undangan walimah berarti durhaka kepada allah dan rasul-Nya.”(H.R. Muslim)
Intermezo 2 :
Muhrim
Menurut
pengertian bahasa, muhrim berarti yang diharamkan. Dalam ilmu fikih, muhrim
adalah wanita yang haram dinikahi. Adapun penyebab seseorang wanita haram
dinikahi ada empat macam, yaitu sebagai berikut:
1. Wanita
yang haram dinikahi karena keturunan:
a. Ibu kandung dan seterusnya keatas(nenek dari ibu dan nenek dari
ayah).
b. Anak perempuan kandung dan seterusnya kebawah(cucu dan
seterusnya).
c. Saudara perempuan ( sekandung, sebapak atau seibu).
d. Saudara perempuan dari bapak.
e. Saudara perempuan dari ibu.
f. Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah.
g. Anak perempuan dari saudara perempuan perempuan dan seterusnya
kebawah.
h. Wanita yang haram dinikahi karena hubungan sesusuan:
i.
Ibu yang menyusui.
j.
Saudara perempuan yang sesusuan.
k. Wanita yang haram dinikahi karena perkawinan:
l.
Ibu dari istri( mertua).
m. Anak tiri (anak dari istri dengan suami lain), apabila suami
sudah berkumpul dengan ibunya.
n. Ibu tiri(istri dari ayah ), baik sudah cerai atau belum. Allah
SWT berfirman yang artinya, “ Dan janganlah kamu kawini
wanita-wanita yang pernah dikawini oleh ayahmu.”(Q.S. An-nisa’4:22)
2.
Menantu(istri dari anak
laki-laki), baik sudah cerai maupun belum.
3.
Wanita yang haram dinikahi karena
mempunyai pertalian muhrim dengan istri. Misalnya, haram melakukan
poligami(memperistri sekaligus) terhadap dua orang bersaudara, terhadap seorang
perempuan dengan bibinya, terhadap seorang perempuan dengan kemenakanya.
Mengenai wanita- wanita yang haram dinikahi(muhrim) telah difirmankan Allah SWT
dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa’4:23.
Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini)
ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan saudara-saudaramu yang perempuan,
saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum
campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu
mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);
dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali
yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha
Kewajiban suami dan istri
Agar tujuan
pernikahan tercapai, suami-istri harus melaksanakan kewajiban hidup berumah
tangga sebaik-baiknya dengan landasan niat ikhlas karena Allah semata. Allah
SWT berfirman artinya, “kaum lakilaki itu adalah pemimpin bagi
kaum wanita, karena allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian mereka
atas sebagian yang lain dan karena laki-laki telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka.”(Q.S. An- Nisa’4:34)
Rasulullah
SAW juga bersabda yang artinya, suami adalah penanggung jawab
rumah tangga suami istri yang bersangkutan”(H.R Bukhari Muslim)
Secara umum
kewajiban suami-istri adalah sebagai berikut:
1.
Kewajiban suami
§ Memberi nafkah,sandang, pangan,dan tempat tinggal kepada istri
dan anak-anaknya, sesuai dengan kemampuan yang diusahakan secara maksimal.(lihat Q.S. At-Talaq, 95)
Artinya: atau Apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu? Maka hendaklah
mereka mendatangkan sekutu-sekutunya jika mereka adalah orang-orang yang benar[9].
§ Memimpin serta membimbing istri dan anak-anak,agar menjadi orang
yang berguna bagi diri sendiri, keluarga,agama, masyarakat, serta bangsa dan
negaranya.
§ Bergaul dengan istri dan anak-anak dengan baik (makruf).
§ Memelihara istri dan anak-anak dari bencana, baik lahir maupun
batin, duniawi maupun ukhrawi.
§ Membantu istri dalam tugas sehari-hari, terutama dalam mengasuh
dan mendidik anak-anak agar menjadi anak yang saleh. Allah SWT berfirma
yang artinya, ‘hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.’(Q.S. At-Tahrim,66:6)
2.
Kewajiban istri
·
Taat kepada suami dalam
batas –batas yang sesuai dengan ajaran agama islam. Adapun suruhan suami yang
bertentangan dengan ajaran agama islam tidak wajib ditaati.
·
Memelihara diri sendiri
serta kehormatan dan harta benda suami, baik dihadapan atau dibelakangnya.
·
Membantu suami dalam
memimpin kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga.
·
Menerima dan menghormati
pemberian suami walaupun sedikit, serta mencukupkan nafkah yang diberikan
suami, sesuai dengan kekuatandan kemampuannya, hemat,cermat,dan bijaksana.
Intermezo 3 :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar